BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bimbingan dan konseling (BK) adalah proses bantuan atau pertolongan yang
diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada individu (konseli) melalui
pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya, agar konseli memiliki
kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan masalahnya serta mampu
memecahkan masalahnya sendiri.
Sangat banyak
masalah – masalah di sekolah terutama pada siswa itu sendiri yang tidak dapat
diselesaikan dengan pengajaran oleh guru biasa di sekolah, untuk menyelesaikan
masalah pada setiap siswa di sekolah sangat di perlukan Bimbingan dan
Konseling, tapi sebelum itu agas
Bimbingan dan Konseling dapat terlaksana dengan baik, salah satu syarat yang
perlu dan mutlak adalah di kuasainya pengertian yang tepat mengenai Bimbingan
dan Konseling itu oleh semua personil sekolah yang terlibat dalam kegiatan
pelayanan Bimbingan dan Konseling.
Penyelenggaraan bimbingan dan konseling di
Sekolah/Madrasah, menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya
disebut konseling, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai
tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual,
sosial, dan moral-spiritual), dan sudah menjadi keniscayaan apabila dijumpai
problematika yang mewarnai proses pelaksanaan yang melibatkan banyak hal. Akan
tetapi dalam hal ini hanya akan dibahas problematika atau permasalahan yang
menyangkut: kelembagaan/bimbingan dan konseling itu sendiri, peserta didik
(konseli) dan konselor.[1]
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud
dengan problematika Bimbingan dan Konseling (BK) ?
2. Apa saja
macam-macam problematika Bimbingan dan Konseling (BK) di tingkat sekolah ?
3. Apa saja
problematika Bimbingan dan Konseling
(BK) yang terjadi di sekolah dan upaya penyelesaian problematika Bimbingan
dan Konseling (BK) menuju Bimbingan dan Konseling (BK) yang ideal ?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan problematika Bimbingan dan Konseling (BK).
2. Untuk
mengetahui apa saja macam-macam problematika Bimbingan dan Konseling
(BK) di tingkat sekolah.
3. Untuk
mengetahui apa saja problematika Bimbingan dan Konseling (BK) yang terjadi di sekolah dan upaya
penyelesaian problematika Bimbingan dan Konseling
(BK) di tingkat sekolah menuju Bimbingan dan Konseling (BK) yang ideal.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Problematika
Bimbingan dan Konseling (BK)
Istilah problema/problematika berasal dari bahasa
Inggris yaitu "problematic" yang artinya persoalan atau masalah.
Sedangkan dalam bahasa Indonesia, problema berarti hal yang belum dapat
dipecahkan; yang menimbulkan permasalahan. Adapun Bimbingan dan Konseling (BK)
adalah proses bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh pembimbing
(konselor) kepada individu (konseli) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan
timbal balik antara keduanya, agar konseli memiliki kemampuan atau kecakapan
melihat dan menemukan masalahnya serta mampu memecahkan masalahnya sendiri.
Jadi, problematika Bimbingan dan Konseling dapat
diartikan sebagai masalah yang dihadapi dalam proses bantuan atau pertolongan
yang diberikan oleh pembimbing kepada individu yang dibimbing.[2]
B.
Macam-macam Problematika
Bimbingan Konseling di Tingkat Sekolah
Adapun macam-macam problematika Bimbingan dan
Konseling (BK) di tingkat sekolah, dibagi menjadi dua, yaitu:
1.
Problematika Internal
Problematika
Internal adalah masalah yang timbul dari dalam diri siswa atau
faktor-faktor internal yang ditimbulkan ketidak beresan siswa dalam belajar.
Faktor internal berasal dari dalam diri anak itu sendiri, seperti:
a. Kesehatan
b. Rasa
aman
c. Faktor
kemampuan intelektual
d. Faktor
afektif seperti perasaan dan percaya diri
e. Motivasi
f. Kematangan
untuk belajar
g. Usia
h. Kematangan
untuk belajar
i.
Usia
j.
Jenis kelamin
k. Latar
belakang social
l.
Kebiasaan belajar
m. Kemampuan
mengingat
Contoh
dari masalah belajar internal dapat dilihat dari kasus berikut:
Arin gadis cilik berusia 9 tahun. Akhir-akhir ini
prestasinya sangat menurun. Hasil ulangannya selalu buruk kalau soal-soal
ulangan ditulis di papan tulis. Namun ketika ujian sumatif, hasil ulangan Arin
tidak begitu buruk. Soal-soal ulangan dicetak dan dibagikan kepada setiap
murid. Namun demikian, peringkat Arin di kelas turun drastis, dari peringkat 5
menjadi peringkat 20. Dari kasus di atas dapat dilihat, masalah yang ditekankan
adalah kemampuan indera untuk menangkap rangsangan. Arin tampaknya mempunyai
kesulitan dalam penglihatan. Ini terbukti dari berbedanya hasil yang dicapai
antara ulangan harian yang soalnya ditulis di papan tulis dengan ulangan
sumatif yang soalnya dicetak dan dibagikan kepada setiap murid.
Dengan pemahaman di atas maka dapat
dikemukakan bahwa masalah-masalah belajar internal dapat bersifat :Biologis dan
Psikologis.
Masalah yang bersifat biologis artinya
menyangkut masalah yang bersifat kejasmanian, seperti kesehatan, cacat badan,
kurang makan dan sebagainya. Sementara hal yang bersifat Psikologis adalah
masalah yang bersifat psikis seperti perhatian, minat, IQ, konstelasi psikis
yang terwujud emosi dan gangguan psikis.
2.
Problematika Eksternal
Problematika
Eksternal adalah masalah-masalah yang timbul dari luar diri siswa
sendiri atau faktor-faktor eksternal yang menyebabkan ketidak beresan siswa
dalam belajar. Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri siswa,
seperti:
a. Kebersihan
rumah
b. Udara
yang panas
c. Ruang
belajar yang tidak memenuhi syarat
d. Alat-alat
pelajaran yang tidak memadai
e. Lingkungan
sosial maupun lingkungan alamiah
Contoh
dari masalah belajar eksternal dapat dilihat dari kasus berikut:
Talita seorang gadis cilik duduk di kelas
III SD. Ia termasuk salah seoprang dari sejulah anak di kelasnya yang belum
dapat membaca dengan lancar. Setiap pelajaran membaca, ia menjadi ketakutan
karena setiap membuka mulut, ia ditertawakan oleh teman-temannya. Gurunya hanya
membiarkan saja dan mengalihkan giliran kepada murid lain. Akibatnya, Talita
selalu ketinggalan dari teman-temannya. Di rumah, Talia selalu dimarahi karena
dalam membaca ia dikalahkan Doli adiknya yang duduk di kelas II. Pada kasus ini
tampaknya lebih banyak menekankan pada pengaruh lingkungan, ketinggalan Talita
dalam membaca tampaknya lebih banyak disebabkan oleh “rasa takut” dan tertekan
yang ditimbulkan oleh sikap lingkungan yang tidak mendorong Talita untuk
belajar.[5]
C.
Problematika Bimbingan
Konseling yang Terjadi di Tingkat Sekolah serta Upaya Penyelesaian Problematika
Bimbingan Konseling menuju Bimbingan Konseling yang Ideal
1.
Problematika Internal
a. Bimbingan
dan konseling berpusat pada masalah permukaan saja
1)
Latar belakang:
Pada umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali dengan
melihat gejala-gejala dan keluhan awal yang disampaikan oleh klien. Namun
demikian, jika pembahasan masalah itu dilanjutkan, didalami, dan dikembangkan,
seringkali ternyata bahwa masalah yang sebenarnya lebih jauh, lebih luas dan
lebih pelik bukan apa yang sekedar tampak atau disampaikan itu.ketidak jelian
konselor dalam memandang ini yang sering kali membuat layanan konseling
diperuntukan untuk masalah permukaan yang timbul saja
2) Upaya
perbaikan:
Usaha pelayanan seharusnya dipusatkan pada masalah yang
sebenarnya itu. Konselor tidak boleh terpaku oleh keluhan atau masalah yang
pertama disampaikan oleh klien. Konselor harus mampu memahami masalah yang
sebenarnya dan mendefinisikan masalah atau identifikasi masalah klien yang
sebenarnya.
b. Guru BK belum begitu mampu mengembangkan profesionalitasnya
sebagai konselor sekolah
1) Latar belakang:
Masih banyakanya siswa yanng belum
bisa mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya dan belum maksimalanya
pelaksanaan BK disekolah baik dalam layanan bimbingan maupun pada saat konseli
menunjukan rendahaya kemampuan guru BK yang ada di sekolah.
2) Upaya perbaikan:
Untuk mengatasi hal tersebut dalam
upaya peningkatan profesionalitas guru BK tentunya dapat dilakukan dengan
mengikuti seminar, work shop yang menambah pengetahuan tentang bimbingan
konseling dan kegiatan lain yang berkenaan dengan bimbingan konseling.
c. Keterbatasan waktu dalam memberi layanan BK
1)
Latar belakang:
Rasio 1 guru BK dengan peserta didik
yang diatasi sekitar 1:150 sehingga bila disekolah hanya ada dua guru BK
berarti hanya mampu mengangani sekitar 300 peserata didik sedangakan satu
sekolahan terkadang memiliki siswa lebih dari 600 selain itu pelaksaan BK
hanya diberikan waktu pada jam istirahat atau pada saat jam mata pelajaran bk
dari hal itu apakah cukup dengan perbandingan rasio dan jumlah konselor sudah
cukup untuk melaksanakan bimbingan dan konseling? tentunya secara nalar kita
akan menjawab ”tidak”.
2)
Upaya perbaikan:
Dalam masalah ini upaya yang bisa
dilakukan untuk hal tersebut konselor bisa melakukan bimbingan kelompok
sehingga konselor bisa memabntu konseli untuk menemukan solusi sendiri,
mengambil keputusan, sehingga banyak waktu yang sangat sedikit itu dapat
dimanfaatkan dengan maksimal dan optimal
d. Keterbatasan
informasi yang diberikan dalam memberikan layanan BK
1)
Latar belakang
Kurang maksimalnya pemberian layanan bimbingan dan
konseling disekolah terutama pada saat pemberian layanan BK, terkadang layanan
BK yang diberikan oleh konselor belum bisa menjawab indikator yang diperlukan
oleh peserta didi dan kebutuhan peserta didik pada saat itu.
2)
Upaya perbaikan:
Upaya yang seharusnya dilakukan oleh konselor agar bisa
untuk mengatasi permasalahan tersebut konselor bisa mencari referensi di buku
baik perpustakaan atau di internet sehingga layanan bimbingan pemberian
informasi bisa terlaksana dengan baik dan yang terpenting bisa menjawab
indikator yang diperlukan siswa.
e. Kuranganya dukungan dari sistem yang ada di sekolah
1)
Latar belakang:
Kurang maksimalnya guru BK atau konselor sekolah dalam
berkerja disekolah salah satunya kurang komunikasi antara guru kelas, wali
kelas, kepala sekolah dan lain-lain yang masih di dalam lingkup sekolah dari
hal ini bisa membuat konselor kurang bisa dengan segera dalam memberikan
layanan konseling dan mendapat informasi yang cepat mengenai siswa.
2)
Upaya perbaikan:
Konselor bisa menjalin komunikasi yang baik dengan
pihak-pihak yang terkait yang ada di sekolah sehingga dengan hal demikian semua
sistem bisa bejalan dengan baik dan mendukung proses BK disekolah.
f. Konselor
tidak bisa menyampaikan layanan BK layaknya sebagai seorang konselor.
1) Latar
belakang:
Biasanya Layana BK yang diberikan oleh konselor itu tidak
ada melibatkan peserta didik dalam setiap layanannya sehingga ketika konnselor
menyampaikan layanan tidak ada bedanya dengan orang yang menyapaikan penyuluhan
saja sehingga layanan yang diberikan tidak dapat diserap dengan baik karean
bersifat satu arah (hanya konselor yang berbicara) tanpa melibatakan peserta
didik
2) Solusi:
Dalam menyampaikan setiap layanan BK hendaknya konselor
selalu melibatkan peserta didik sebagai bagian dari pemberian layanan artinya
peserta didik dibuat aktif dalam setiap pemberian layanan bimbingan sehingga
setiap layanan yang diberikan akan lebih bermakna karena peserta didik turut
serta menjadi bagian dari pemberian layanan, untuk bisa membuat hal ini
terwujud hendaknya seorang konselor biasa menumbukan dinamika kelompok dalam
setiap layanan yang diberikan dan untuk menumbuhkan dinamika kelompok itu
konselor harus sering berlatih.
g. Tidak
tersedia bank data (data jenis-jenis perkerjaan)
1)
Latar belakang:
Bingungnya konselor dalam memberikan layanan terutama dalam
jenis layanan karir hal ini disebabkan bank data tidak tersedia dengan baik
bahkan saat ini dinas pendidikan dan depnaker juga tidak memiliki bank data
padahal kalo di negri paman sham bank data disana tersedia dengan baik.
2)
Solusi:
Untuk penyelesaian hal ini tentunya mulai saat harus bisa
mengumpulkan sedikit demi sedikit data tentang jenis pekerjaan sehingga
akhirnya bisa terkumpul lebih banyak dan hal ini tentunya bisa dilakukan oleh
semua konselor bahkan bisa melibtakan peserta didik atau mahasiswa jurusan BK
untuk bisa membantu dalam melengkapi bank data tersbut.
h. Konselor
sering tidak bisa menjalin hubungan yang baik dengan pesrta didik
1)
Latar belakang:
Gamabaran konselor yang sangat killer membuat siswa
sering menghindar apabila bertemu dan berpapasan dengan konselor sekolah
ditmabah lagi sangat minimnya waktu tatap muka anatara konselor dan peserta
didik diman konseor hanya masuk satu kali dalam 1 minggu itu dengan waktu yang
sangat minim dari hal ini yang bisa membuat salah satu factor mengapa konselor
kurang bisa mejadi mitra atau teman bagi setiap pesrta didik yang ada
disekolah hal ini bisa ditambah dengan sifat konselor yang sanagat dingin
terhadap dengan harapan peserta didik menjadi segan terhadap konselor.
2)
Solusi:
Menjadi konselor harus bisa menjadi mitra peserta didik
bukannya menimbulkan jarak hal ini salah satu cara yang bisa dilakukan:
a. Konselor harus bersikap
ramah
b. Konselor membuang image
killer
c. Mempunyai ketulusan
d. Penerimaan tanpa syarat
terhadap semua peserta didik
e. Menumbuhkan sikap empati.
Dengan konselor sekolah melakukan hal sperti diatas maka
peserta didik akan lamabat laun akan bisa mendekat dengan atau konselor akan
lebih mudah mendekat dengan peserta didik dengan ha demikian kita akan mudah
melakukan tugas kita sebagai konselor karena telah terjalin hubungan yang baik
dan pesertadidik akan lebih cenderung terbuka dengan konselor tentang apa yang
sedang dialami dan konselor bisa dengan cepat melakukan penanganan terhadap
permsalahan yang sedang dihadapi oleh siswa dan cenderung peserta didik
yang dengan suka rela akan menemui konselor.
i.
Berkerja di bawah tekanan
1) Latar
belakang:
Ketidak berdayaan konselor dibanding dengan kekuasan kepala
sekolah yang terkadang menganggap BK sebagai bagian dari pengajaraan sehingga
dengan keterpaksaan konselor mengajar dalam mata pelajaran yang itu merupakaan
bukan dari bidang keahliannya dan hal ini diperkeruh dengan UU Nomor 20 tahun
2003 tentang sistem pendidikan yang semakin membunuh tugas konselor memandirikan
menjadi mengajar.
2) Solusi
:
Untuk mengatasi hal tersebut sangat lah sulit akan tetapi
salah satu cara unutk mengatasi hal tersbut konselor harus bisa mejelaskan fungsi,
tugas, peran seorang konselor sekolah dengan harapan pihak sekolah dapat
mengerti tugas konselor sesungguhnya dan tentunya disertai sikap tegas seorang
konselor dalam sertiap kebijkakan yang dilauar fungsi, peran, tugas konselor.
2.
Problematika Eksternal
a. Konselor
di sekolah dianggap sebagai polisi sekolah
1) Latar
belakang:
Masih banyak anggapan bahwa peranan konselor di sekolah
adalah sebagai polisi sekolah yang harus menjaga dan mempertahankan tata
tertib, disiplin, dan keamanan sekolah. Anggapan ini mengatakan ”barang siapa di
antara siswa-siswa melanggar peraturan dan disiplin sekolah harus berurusan
dengan konselor”. Tidak jarang pula konselor sekolah diserahi tugas mengusut
perkelahian ataupun pencurian. Konselor ditugaskan mencari siswa yang bersalah
dan diberi wewenang untuk mengambil tindakan bagi siswa-siswa yang bersalah itu
(cenderung menghukum siswa yang bermasalah) . Konselor didorong untuk mencari
bukti-bukti atau berusaha agar siswa mengaku bahwa ia telah berbuat sesuatu
yang tidak pada tempatnya .
2) Upaya
perbaikan:
Berdasarkan pandangan di atas, adalah wajar bila siswa
tidak mau datang kepada konselor karena menganggap bahwa dengan datang kepada
konselor berarti menunjukkan aib, ia telah berbuat salah, atau
predikat-predikat negatif lainnya. Padahal sebaliknya, dari segenap anggapan
yang merugikan itu, di sekolah konselor haruslah menjadi teman dan kepercayaan
siswa. Disamping petugas-petugas lainnya di sekolah, konselor hendaknya menjadi
tempat pencurahan kepentingan siswa, apa yang terasa di hati dan terpikirkan oleh
siswa. Petugas bimbingan dan konseling bukanlah pengawas atau polisi yang
selalu mencurigai dan akan menangkap siapa saja yang bersalah. Petugas
bimbingan dan konseling adalah kawan pengiring petunjuk jalan, pembangun
kekuatan, dan Pembina tingkah laku positif yang dikehendaki. Petugas bimbingan
dankonseling hendaknya bisa menjadi konselor pengayom bagi siapa pun yang
dating kepadanya. Dengan pandangan, sikap, ketrampilan, dan penampilan konselor
siswa atau siapapun yang berhubungan dengan konsellor akan memperoleh suasana
nyaman.
b. Bimbingan
dan konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasehat
1)
Latar belakang:
Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh
kepentingan klien dalam rangka pengembangan pribadi klien secara optimal. Akan
tetapi terkadang di sekolah konselor bukanlah orang yang benar-benar
professional sehingga pada saat proses konseling terkesan hanya memberikan
nasehat bukan memabatu konseli dalam menentukan keputusan, solusi terhadap
masalahanya dan memandirikan
2)
Upaya perbaikan:
Konselor juga harus melakukan upaya-upaya tindak lanjut
serta mensinkronisasikan upaya yang satiu dan upaya lainnya sehingga
keseluruhan upaya itu menjadi suatu rangkaian yang terpadu dan bersinambungan
dan memahami teknik-teknik konseling sehingga pada saat proses konseling tidak
menjadi memberi nasehat.
c. Bimbingan
dan Konseling hanya untuk orang yang bermasalah saja
1)
Latar belakang:
Sebagian orang berpandangan bahwa BK itu ada karena adanya
masalah, jika tidak ada maka BK tidak diperlukan, dan BK itu diperlukan untuk
membantu menyelesaikan masalah saja. Memang tidak dipungkiri bahwa salah satu
tugas utama bimbingan dan konseling adalah untuk membantu dalam menyelesaikan
masalah. Tetapi sebenarnya juga peranan BK itu sendiri adalah melakukan tindakan
preventif agar masalah tidak timbul dan antisipasi agar ketika masalah yang
sewaktu-waktu datang tidak berkembang menjadi masalah yang besar.
2)
Upaya perbaikan:
Seharusnya konselor selalu mengamati semua siswa baik yang
memiliki masalah atau yang tidak bermasalah untuk menghindari anggapan tersebut
hendaknya konselor selalu melaksana fungsi bimbingan preventif untuk menimimalisir
anggapan tersebut sehingga dengan demikian sebelum ada masalah BK sudah muncul
(layanan bimbingan).
d. Layanan
Bimbingan dan Konseling dapat dilakukan oleh siapa saja
1)
Latar belakang:
Benarkah pekerjaan bimbingan konseling dapat dilakukan oleh
siapa saja? Jawabannya bisa saja “benar” dan bisa pula “tidak”. Jawaban
”benar”, jika bimbingan dan konseling dianggap sebagai pekerjaan yang mudah dan
dapat dilakukan secara amatiran belaka. Sedangkan jawaban ”tidak”. Hal ini
didasarai pada masalah yang talah kami kemukakan kami terkdang pada pelaksanaan
bimingan konseling itu banyak berupa nasehat dan nasehat itu bisa diberikan
oleh siapa saja.
2)
Upaya perbaikan:
Jika bimbingan dan
konseling itu dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan dan teknologi
(yaitu mengikuti filosopi, tujuan, metode, dan asas-asas tertentu), dengan kata
lain dilaksanakan secara profesional. Salah satu ciri keprofesionalan bimbingan
dan konseling adalah bahwa pelayanan itu harus dilakukan oleh orang-orang yang
ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keahliannya itu diperoleh melalui
pendidikan dan latihan yang cukup lama di Perguruan Tinggi, serta pengalaman-pengalaman
tentunya bila hal itu dilaksanakan anggapan bimbingan dapat diberikan
olah siapa saja tentunnya akan berubah.[6]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari paparan materi di
atas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan dan konseling yang melibatkan lembaga
konseling ini, tentu tidak lepas dari pengaruh dinamisasi ruang dan waktu
kehidupan yang senantiasa menawarkan perubahan. Oleh karenanya, agar bimbingan
dan konseling ini senantiasa efektif dan berkembang lebih baik, maka
problematika dan alternatif pemecahan yang ada dalam konseling tersebut harus
senantiasa diaplikasikan. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir
kesalahpahaman pemaknaan yang tentu saja akan berdampak pada praktiknya.
Banyaknya problem yang terjadi dalam konseling, problematika konselor kebanyakan
lahir dari ketidakpahaman yang mendalam tentang konseling. Oleh karena itu, image
ketiga unsur konseling harus benar-benar dibangun kembali menjadi lembaga yang
benar-benar nyaman untuk sharing yang solutif berbagai macam masalah
yang dihadapi peserta didik. Ketiga unsur di atas bukanlah hal yang berjalan
sendiri-sendiri, melainkan saling terkait antara satu dan yang lain. Maka,
semuanya harus dipahami secara utuh agar pelaksanaanya bisa optimal.
B. Saran
Guru Bimbingan dan Konseling sebaiknya terus menerus
belajar agar memiliki pengetahuan yang memadai, keberanian dan keuletan yang
ditunjang oleh kemampuan berkomunikasi serta kepribadian yang dapat diteladani.
Guru Bimbingan dan Konseling sebaiknya menyusun dan melaksanakan program kegiatan yang dapat mengembangkan potensi siswa, baik bidang akademik, non akademik dan psikologis melalui pembelajaran yang bermakna.
Guru Bimbingan dan Konseling sebaiknya menyusun dan melaksanakan program kegiatan yang dapat mengembangkan potensi siswa, baik bidang akademik, non akademik dan psikologis melalui pembelajaran yang bermakna.
[1] W.S. Winkel & S. Hastuti. Bimbingan
dan Konseling di Institut Pendidikan, (Jakarta, Gramedia, 2007) Hlm 3
[2] Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan
Madrasah, (Jakarta, PT. Raja Grafindo, 2007) Hlm 57
[3] C.G. Boeree, Personality Theories: Melacak
Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia, (Surabaya, Alih
Bahasa, 2007) Hlm 48
[4] Prayitno, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2004) Hlm 35
[5] Tim Musyawarah Guru Pembimbing. Modul
Bimbingan Konseling SMA Kelas XII, (Jakarta:
Tunas Melati, 2006) Hlm 17
[6] Desmiratiana dalam https://www.google.com/search?q=problematika+bimbingan+
konseling&ie=utf-8&oe=utf-8&client=firefox-b-ab. Diakses pada : 22 Oktober 2016 pukul 21.50
salam kenal kak...
ReplyDeleteaku arum, mahasiswi iain tulungagung. gini kak, aku ada tugas BK, buat makalah, temanya sama kayak makalah yg kakak posting.
boleh kak kalau aku minta sumber referensinya ?? terimkasih sblmnya :)
terima kasih izin copas untuk referensi
ReplyDelete