Sunday, 8 January 2017

PENDIDIKAN ISLAM



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Awal abad ke-21 ditandai dengan berbagai perubahan mencengangkan. Kenyataan tersebut telah menghadapkan masalah agama kepada suatu kesadarn kolektif. Sebagai agen perubahan social pendidikan Islam yang berada dalam atmosfir modernisasi dan globalisasi dewasa ini dituntut untuk mampu memainkan peranannya secara dinamis dan pro-aktif. Kehadirannya diharapkan mampu membawa perubahan dan kontribusi baru yang berarti bagi perbaikan umat Islam, baik pada tataran intelektual teoritis maupun praktis.
Pendidikan Islam bukan sekedar proses penanaman nilai moral untuk membentengi diri dari akses negative globalisasi. Tetapi yang paling penting adalah bagaimana nilai moral yang telah ditanamkan pendidikan Islam mampu berperan sebagai pembebas dari himpitan kebodohan dan keterbelakangan..
Globalisasi berpandangan bahwa dunia didominasi oleh perekonomian dan munculnya hegemoni pasar dunia kapitalis dan ideology neoliberal yang menopangnya. Untuk mengimbangi derasnya arus dan tantangan globalisasi, perlu dikembangkan dan ditanamkan karakteristik pendidikan Islam yang mampu berperan dan menjawab tantangan tersebut.
B.  Rumusan masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan pendidikan islam ?
2.    Apa saja nilai karakter dalam pendidikan islam ?
3.    Seperti apa tantangan global terhadap pendidikan islam ?

C.  Tujuan
1.    Untuk mengetahui apa itu pendidikan islam.
2.    Untuk mengetahui nilai karakter dalam pendidikan islam.
3.    Untuk mengetahui tantangan global terhadap pendidikan islam.

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Pendidikan Islam
Adapun pengertian pendidikan Islam, bisa ditinjau dari sempit dan luas. Pengertian sempit adalah suatu bentuk usaha yang dilakukan untuk pentransferan atau penyaluran ilmu (knowledge), nilai (value) dan ketrampilan  (skill) berdasarkan ajaran Islam dari seorang pendidik terhadap seorang yang didiknya, guna terbentuk pribadi Muslim yang seutuhnya atau sesungguhnya. Hal ini lebih bersifat proses pembelajaran , dimana ada pendidik, peserta didik dan ada bahan (materi) yang disampaikan dengan ditunjang dengan alat-alat yang digunakan.
Sedangkan pendidikan Islam dalam arti luas, tidak hanya terbatas kepada proses penyaluran yang mencangkup tiga ranah di atas, akan tetapi mencangkup sejarah, pemikiran dan lembaga. Dengan demikian, terdapat kajian tentang sejarah pendidikan Islam, pemikiran pendidikan Islam, lembaga pendidikan Islam, dan lain-lain.[1]
Pendidikan yang dilaksanakan oleh Rasulullah berhasil membina individu- individu yang beriman, berakhlak, berpengetahuan dan memilik sensitifitas yang tinggi terhadap keadaan lingkungan masyarakat. Berdasarkan modal inilah Rasulullah berhasil merubah sistem kemasyarakatan jahiliyah menjadi sistem kemasyarakatan yang islami. Ditinjau dari proses social change, perubahan sosial pada zaman nabi dimulai dari perubahan pada diri manusia yang mencangkup keimanan, akhlak, pengetahuan, dan perilaku.
Hal ini menandakan data-data ilmiah yang membuktikan dan menunjukkan bahwa Nabi Muhammad Saw merupakan seorang pendidik yang mempunyai peran penting  (krusial) dalam proses transmisi ilmu pengetahuan pada masanya. Dalam pengertian hal ini berarti bagaimana Nabi Muhammad Saw melakukan proses pendidikan dan pencerdasan umatnya melalui manhaj pendidikannya yang spesifik.
Ditengah masyarakat Muslim yang baru lahir, pendidikan pada periode Nabi memiliki peranan penting dan menentukan bagi eksistensi pendidikan pada saat itu dapat dilihat dari adanya kebutuhan untuk menanamkan , menumbuhkan, dan mentransformasikan nilai- nilai Islam kepada individu-individu Muslim yang baru lepas dari lingkaran kultur jahiliyyah.[2]

B.  Pendidikan Nilai Karakter Islam
Islam yang mengatur tawazun (keseimbangan) kehidupan dunia dan akhirat. Rasulullah saw. dalam membentuk generasi pilihan sangat mengintensifkan tiga kecerdasan yaitu emosional, spritual dan intelektul. Hasilnya dapat dilihat dan dirasakan, dimana banyak dilahirkan pejuang Islam hebat seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan sahabat lainnya. Ada beberapa prinsip strategis pembentukan karakter Rasulullah  kepada para sahabat sebagai generasi penerusnya. Di mana cara menumbuhkan nilai islami dalam pendidikan islam adalah sebagai berikut:
1.      Rasulullah SAW sangat fokus kepada pembinaan dan penyiapan kader. Fakta itu dapat dilihat sejak beliau mulai mendapatkan amanah dakwah. Tugas menyebarkan Islam dijalankan dengan mencari bibit kepemimpinan unggul dan berhati bersih. Dakwah beliau fokus tidak menyentuh segi kehidupan politik Makkah. Selain faktor instabilitas dan kekuatan politik, perjuangan dakwah memang difokuskan nilai pembinaan.
Beliau berusaha menanamkan karakter kenabian yaitu siddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan) dan fatonah (cerdas). Rumah Arqam bin Abil Arqam menjadi saksi bagaimana lahirnya kepemimpinan Islam. Point penting pertama pendidikan karakter dalam islam  adalah fokus, bertahap dan konsisten terhadap pembinaan sejak dini.
2.      Mengutamakan bahasa perbuatan lebih baik dari perkataan. Aisyah menyebut Rasulullah SAW sebagai Al Qur’an yang berjalan. Sebutan itu tidak salah, mencermati Sirah Nabawiyah menjadikan kita menuai kesadaran rekonstruksi pemikiran dan tindakan Rasulullah saw. Beliau berbuat dulu, baru menyerukan kepada kaumnya untuk mengikutinya. Keshalihan individu berhasil membentuk keshalihan kolektif di masyarakat Makkah dan Madinah.
“Sesungguhnya pada diri Rasulullah saw. terdapat contoh tauladan bagi mereka yang menggantungkan harapannya kepada Allah dan Hari Akhirat serta banyak berzikir kepada Allah” (QS. al-Ahzab (33) : 21)
Ketika berdakwah di masyarakat Thaif dirinya mendapat perlakuan buruk dilempari kotoran. Pada saat itu datanglah Malaikat Jibril menawarkan jasa. “Hai muhammad jika engkau kehendaki gunung yang ada dihadapanmu ini untuk aku timpahkan kepada penduduk Thaif, niscaya sekarang juga aku lakukan.” Nabi menjawab “Jangan Jibril, semua itu dilakukan mereka karena ketidaktahuan mereka” kemudia nabi berdo’a “allâhumahdî qaumî fainnahû lâ ya’lamûn” “Ya Allah berikanlah hidayah kepada kaumku sesungguhnya mereka tidak mengetahui” Alhamdulillah, Allah SWT mendengar doanya, masyarakat Thaif banyak menjadi pengikut Islam. Point penting kedua, berikan keteladanan baru mengajak orang lain mengikuti apa yang kita lakukan.
3.      Menanamkan keyakinan bersifat ideologis sehingga menghasilkan nilai moral dan etika dalam mengubah masyarakatnya. Beliau meluruskan kemusyrikan mereka dengan mengajarkan kalimat tauhid yakni meyakini Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Karakter tauhid menghasilkan pergerakan manusia yang dilandasi syariat Islam dalam menjalankan kehidupan. Mengutip Nur Faizin (Republika, 13/10) Pendidikan karakter yang terpenting adalah pendidikan moral dan etika. Rasulallah SAW sendiri pun menegaskan hal itu dalam sabdanya, “Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak karimah.” (HR Ahmad dan yang lain). Menumbuhkan kembali akhlak karimah haruslah menjadi kompetensi dalam proses pendidikan karakter setiap bangsa.
Dengan demikian karakter itu harus memadukan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Rasulullah SAW sudah memberikan teladan itu dengan membangun pendidikan berbasis moral dan etik. Pembangunan pendidikan dapat dimulai dari Pesantren, Kampus dan Sekolah sebagai tempat subur pembinaan sekaligus pemberdayaan karakter generasi muda. Karena dengan moral yang baik dan etika yang berlandaskan ideologi yang benar akan membentuk komunitas masyarakt bangsa yang rahmatan lil alamin.

C.  Tantangan Global dalam Pendidikan Islam
Pada era globalisasi ini banyak sekali tantangan-tantangan yang harus dihadapi pendidikan islam. Tantangan-tantangan tersebut adalah sebagi berikut:
1.    Integrasi ekonomi yang menyebabkan terjadinya persaingan bebas dalam dunia pendidikan.
Karena menurut mereka, dunia pendidikan juga termasuk diperdagangkan , maka dunia pendidikan saat ini juga dihadapkan pada logika bisnis. Munculnya konsep pendidikan yang berbasis pada sistem dan infrastruktur, manajemen berbasis mutu terpadu (Total Quality Management/TQM), Inter–preneur University dan lahirnya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (BHP) tidak lain, karena menempatkan pendidikan sebagai komoditas yang diperdagangkan. Penyelenggaraan pendidikan saat ini tidak hanya ditujukan untuk mencerdaskan bangsa, memberdayakan manusia atau mencetak manusia yang saleh, melainkan untuk menghasilkan manusia-manusia yang Economic minded, dan penyelenggaraannya untuk mendapatkan keuntungan material.
2.    Fragmentasi politik yang menyebabkan terjadinya peningkatan tuntutan dan harapan dari masyarakat.
Mereka semakin membutuhkan perlakuan yang adil, demokratis, egaliter, transparan, akuntabel, cepat, tepat, dan profesional. Mereka ingin dilayani dengan baik dan memuaskan. Kecenderungan ini terlihat dari adanya pengelolaan manajemen pendidikan yang berbasis sekolah (school based management), pemberian peluang kepada komite atau majelis sekolah/madrasah untuk ikut dalam perumusan kebijakan dan program pendidikan, pelayanan proses belajar mengajar yang lebih memberikan peluang dan kebebasan kepada peserta didik, yaitu model belajar mengajar yang partisipatif, aktif, inovatif, kreaatif, efektif dan menyenangkan (Paikem) .
3.    Penggunaan teknologi canggih  (sofisticated technology) khususnya Teknologi Komunikasi dan Informasi (TKI) seperti komputer.
Kehadiran TKI ini menyebabkan terjadinya tuntutan dari masyarakat untuk mendapatkan pelayanan cepat, transparan, tidak dibatasi waktu dan tempat. Teknologi canggih ini juga telah masuk ke dalam dunia pendidikan, seperti pelayanan administrasi pendidikan, keuangan, proses belajar mengajar. Melalui TKI ini para peserta didik atau mahasiswa dapat melakukan pendaftaran kuliah atau mengikuti kegiatan belajar dari jarak jauh (distance-learning). Sementara itu, peran dan fungsi tenaga pendidik juga bergeser menjadi semaacam fasilitator, katalisator, motivator, dan dinamisator. Peran pendidikan saat ini tidak lagi sebagai satu-satunya sumber pengetahuan (agent of knowledge). Keadaan ini pada gilirannya mengharuskan adanya model pengelolaan pendidikan yang berbasis Teknologi Komunikasi dan Informasi ( TKI ).
4.    Interdependency (kesalingtergantungan), yaitu suatu keadaan dimana seseorang baru dapat memenuhi kebutuhannya apabila dibantu oleh orang lain.
Berbagai siasat dan strategi yang dilakukan negara- negara maju untuk membuat negara-negar berkembang bergantung kepadanya demikian terjadi secara intensif. Berbagai kebijakan politik hegemoni seperti yang dilakukan Amerika Serikat misalnya, tidak terlepas dari upaya menciptakan ketergantungan  negara sekutunya. Ketergantungan inni juga terjadi di dunia pendidikan . adanya badan akreditasi pendidikan baik pada tingkat nasional maupun internasional, selain dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pendidikan, juga menunjukkan ketergantungan lembaga pendidikan terhaadap pengakuan dari pihak eksternal. Demikian pula munculnya tuntutan dari masyarakat agar peserta didik memiliki ketrampilan dan pengalaman praktis, menyebabkan dunia pendidikan membutuhkan atau tergantung pada peralatan praktikum dan magang. Selanjutnya, kebutuhan lulusan pendidikan terhadap lapangan pekerjaannya, menyebabkan ia bergantung kepada kalangan pengguna lulusan.
5.    Munculnya penjajahan baru dalam bidang kebudayaan (new colonization in culture).
Munculnya penjajahan baru dalam bidang kebudayaan yang mengakibatkan terjadinya pola pikir (mindset) masyarakat pengguna pendidikan, yaitu dari semula mereka belajar dalam rangka meningkatkan kemampuan intelektual , moral, fisik dan psikisnya, berubah menjadi belajar untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang besar. Tidak hanya itu, kecenderungan penjajahan baru dalam bidang kebudayaan juga telah menyebabkan munculnya budaya pop atau budaya urban, yaitu budaya yang serba hedonistik , materialistik, rasional, ingin serba cepat, praktis, pragmatis dan instan. Kecenderungan budaya yang demikian itu menyebabkan ajaran agama yang bersifat normatif dan menjanjikan masa depan yang baik  (diakhirat) kurang diminati. Mereka menuntut ajaran agama yang sesuai dengan budaya urban. Dalam demikian, tidak mengehrankan jika mata pelajaran agama yang disajikan secara normatif  dan konvensional menjadi tidak menarik dan ketinggalan zaman. Keadaan ini mengharuskan para  guru atau ahli agama untuk melakukan reformulasi, reaktualisasi, dan kontekstualisasi terhadap ajaran agama, sehingga ajran agama tersebut akan terasa efektif dan transformatif.[3]
Selain itu beberapa problem utama yang mewarnai atmosfer dunia pendidikan Islam pada umumnya setidaknya dapat di klasifikasikan dalam lima hal. Jika dianalisis , maka dapat disimpulkan bahwa problem-problem tersebut merupakan rangkaian yang saling kait mengait dan berjalan secra beriringan. Persoalan – persoalan tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Dichotomic
Masalah yang besar yang dihadapi dunia pendidikan Islam adalah dikhotomi dalam beberapa aspek yaitu antara ilmu agama dengan ilmu umum, antara wahyu dengan akal serta antara wahyu dengan alam. Munculnya problem dikhotomi dengan segala perdebatannya telah berlangsung sejak lama. Boleh dibilang gejala ini mulai tampak pada masa- masa pertengahan. Rahman dalam melukiskan watak ilmu pengetahuan Islam pada zaman pertengahan menyatakan bahwa  muncul persaingan yang tak pernah berhenti antara Hukum dan theologi untuk mendapat julukan sebagai ‘mahkota semua ilmu’. Tetapi penutupan pintu ijtihad  (yakni pemikiran orisinal dan bebas) yang berlangsung selama abad 4H/10 M dan 5H/11M telah membawa kepada kemandegan umum baik ilmu hukum maupun ilmu intelektual.  
Masih tentang potret pendidikan Islam di Arab, pandangan dikhotomik ini berdampak cukup luas terhadap aspek-aspek lain. Tibawi mencatat munculnya ketidakseimbangan antara jumlah siswa pria dan wanita di semua jenjang , antara kuantitas dan kualitas pendidikan kejuruan praktis dengan pendidikan Abstrak Teoritis dalam sistem tersebut, dan akhirnya mungkin lebih serius adalah antara kuantitas dan kualitas pendidikan di perkotaan ksedengan di pedesaan. Persoalan besar dari ketidakseimbangan itu adalah anggapan masyarakat yang negatif (social prejudice) yang masih melekat tentang kehadiran atau keberadaan pendidikan bagi kaum wanita.
Aspek lain yang cukup menjadi perhatian pada era sekarang adalah isu lingkungan. Banyak dari negara-negara Muslim kalau tidak biasa dikatakan semua merupakan negara yang cukup kaya dengan sumber daya alam. Timur Tengah terkenal sebagai negeri-negeri “petrodollar”, negeri Muslim Afrika yang cukup kaya raya dengan berbagai mineral atau mereka yang terletak di daerah Khatulistiwa, sebagai negara tropis yang juga kaya dengan sumber daya alam.
Itu semua merupakan kekuatan besar bagi kemajuan negeri-negeri Muslim tersebut, bila mereka memiliki kapabilitas untuk menggarap secara optimal namun tetap memperhatikan aspek lingkungan. Namun yang terjadi, kekayaan ini justru telah “memanjakan” mereka sehingga kekayaan alam ini justru banyak dinikmati oleh negara-negara barat yang memiliki kemampuan lebih dibidang sains dan teknologi. Akibatnya, kemakmuran yang itu menjadi milik kaum Barat.
b.      To General Knowledge
Kelemahan dunia pendidikan Islam berikutnya adalah sifat ilmu pengetahuannya masih terlalu general/umum dan kurang memperhatikan kepada upaya penyelesaian masalah (problem-solving). Produk –produk yang dihasilkan cenderung kurang membumi dan kurang selaras dengan dinamika masyarakatnya. Syed H.Alatas menyatakan bahwa , kemampuan untuk mengatasi berbagai permasalahan, mendefinisikan, menganalisis dan selanjutnya mencari jalan keluar/pemecahan masalah tersebut merupakan karakter dan sesuatu yang mendasar kualitas sebuah intelektual. Ia menambahkan, ciri terpenting yang membedakan dengan non-intelektual adalah tidak adanya kemauan untuk berfikir dan ketidakmampuan untuk melihat konsekuensinya.
c.       Lack of Spirit of Inquiry
Persoalan besar lainnya yang menjadi faktor penghambat kemajuan dunia pendidikan Islam adalah rendahnya semangat untuk melakukan penyelidikan/penelitian. Syed Hussein Alatas merujuk kepada pernyataan the spiritus rector dari modernisme Islam, al-Afghani menganggap rendahnya “the intellectual spirit”(semangat intelektual) menjadi salah satu faktor terpenting yang menyebabkan kemunduran Islam di Timur Tengah. Hal tersebut masih diperarah dengan semangat untuk menyelidiki / meneliti, rasa cinta untuk mencari ilmu, dan penghormatan terhadap ilmu pengetahuan serta ilmu rasional tidak berkembang luas di negara-negara berkembang.
Dalam masyarakat Muslim dimana lembaga-lembaga pendidikan tinggi memiliki akar kuat terhadap cara-cara belajar hafalan , isi (content) dari sains-sains positif yang diadopsi dari Eropa tetap diajarkan dengan model yang sama (hafalan), ayat al-qur’an dipelajari dengan hati sebab ayat-ayat tersebut adalah sempurna dan tidak untuk diselidiki apa yang terkandung didalamnya (not to be inquired into).[4]













BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Berdasarkan makalah yang telah kami susun dapt disimpulkan bahwa pendidikan islam adalah proses penyaluran yang mencangkup ilmu, pengetahuan, dan keterampilan, akan tetapi mencangkup sejarah, pemikiran dan lembaga. Sedangkan nilai islami dalam pendidikan karakter adalah siddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan) dan fatonah (cerdas). Sedangkan tantangan global yang dihadapi oleh pendidikan islam adalah Integrasi ekonomi yang menyebabkan terjadinya persaingan bebas dalam dunia pendidikan, Fragmentasi politik yang menyebabkan terjadinya peningkatan tuntutan dan harapan dari masyarakat, Penggunaan teknologi canggih  (sofisticated technology) khususnya Teknologi Komunikasi dan Informasi (TKI) seperti komputer, Interdependency (kesalingtergantungan), yaitu suatu keadaan dimana seseorang baru dapat memenuhi kebutuhannya apabila dibantu oleh orang lain, Munculnya penjajahan baru dalam bidang kebudayaan (new colonization in culture), Dichotomic, To General Knowledge, Lack of Spirit of Inquiry .

B. Saran
Gambaran solusi pendidikan islam menghadapi tantangan globalisasi merupakan desain besar. Namun bukan berarti hanya romantisme, dan harus di wujudkan dalm rangka menciptakan manusia muslim yang mampu menjawab tantangan era globalisasi dengan berlandaskan pendidikan islam.



[1] Haidar Putra Daulay dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam Dalam Lintasan Sejarah, ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group , 2013 ) , hlm. 3
[2] Slamet Untung, menelusuri metode pendidikan ala Rasulullah , ( Semarang : Pustaka Rizki Putra , 2007 ), hlm. 3- 5
[3] Abudidin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2012 ), hlm. 13- 17
[4] Abudidin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2012 ), hlm. 13- 17

No comments:

Post a Comment