BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Awal abad ke-21 ditandai dengan
berbagai perubahan mencengangkan. Kenyataan tersebut telah menghadapkan masalah
agama kepada suatu kesadarn kolektif. Sebagai agen perubahan social pendidikan
Islam yang berada dalam atmosfir modernisasi dan globalisasi dewasa ini
dituntut untuk mampu memainkan peranannya secara dinamis dan pro-aktif.
Kehadirannya diharapkan mampu membawa perubahan dan kontribusi baru yang
berarti bagi perbaikan umat Islam, baik pada tataran intelektual teoritis
maupun praktis.
Pendidikan Islam bukan sekedar
proses penanaman nilai moral untuk membentengi diri dari akses negative
globalisasi. Tetapi yang paling penting adalah bagaimana nilai moral yang telah
ditanamkan pendidikan Islam mampu berperan sebagai pembebas dari himpitan
kebodohan dan keterbelakangan..
Globalisasi berpandangan bahwa dunia
didominasi oleh perekonomian dan munculnya hegemoni pasar dunia kapitalis dan
ideology neoliberal yang menopangnya. Untuk mengimbangi derasnya arus dan
tantangan globalisasi, perlu dikembangkan dan ditanamkan karakteristik
pendidikan Islam yang mampu berperan dan menjawab tantangan tersebut.
B.
Rumusan masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan pendidikan islam ?
2.
Apa saja nilai karakter dalam pendidikan islam ?
3.
Seperti apa tantangan global terhadap pendidikan islam ?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui apa itu pendidikan islam.
2.
Untuk mengetahui nilai karakter dalam pendidikan islam.
3.
Untuk mengetahui tantangan global terhadap pendidikan islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidikan Islam
Adapun pengertian pendidikan Islam,
bisa ditinjau dari sempit dan luas. Pengertian sempit adalah suatu bentuk usaha
yang dilakukan untuk pentransferan atau penyaluran ilmu (knowledge), nilai
(value) dan ketrampilan (skill) berdasarkan ajaran Islam dari seorang
pendidik terhadap seorang yang didiknya, guna terbentuk pribadi Muslim yang
seutuhnya atau sesungguhnya. Hal ini lebih bersifat proses pembelajaran ,
dimana ada pendidik, peserta didik dan ada bahan (materi) yang disampaikan
dengan ditunjang dengan alat-alat yang digunakan.
Sedangkan pendidikan Islam dalam
arti luas, tidak hanya terbatas kepada proses penyaluran yang mencangkup tiga
ranah di atas, akan tetapi mencangkup sejarah, pemikiran dan lembaga. Dengan
demikian, terdapat kajian tentang sejarah pendidikan Islam, pemikiran
pendidikan Islam, lembaga pendidikan Islam, dan lain-lain.[1]
Pendidikan yang dilaksanakan oleh
Rasulullah berhasil membina individu- individu yang beriman, berakhlak,
berpengetahuan dan memilik sensitifitas yang tinggi terhadap keadaan lingkungan
masyarakat. Berdasarkan modal inilah Rasulullah berhasil merubah sistem
kemasyarakatan jahiliyah menjadi sistem kemasyarakatan yang islami. Ditinjau
dari proses social change, perubahan sosial pada zaman nabi dimulai dari
perubahan pada diri manusia yang mencangkup keimanan, akhlak, pengetahuan, dan
perilaku.
Hal ini menandakan data-data ilmiah
yang membuktikan dan menunjukkan bahwa Nabi Muhammad Saw merupakan seorang
pendidik yang mempunyai peran penting (krusial) dalam proses transmisi
ilmu pengetahuan pada masanya. Dalam pengertian hal ini berarti bagaimana Nabi
Muhammad Saw melakukan proses pendidikan dan pencerdasan umatnya melalui manhaj
pendidikannya yang spesifik.
Ditengah masyarakat Muslim yang
baru lahir, pendidikan pada periode Nabi memiliki peranan penting dan
menentukan bagi eksistensi pendidikan pada saat itu dapat dilihat dari adanya
kebutuhan untuk menanamkan , menumbuhkan, dan mentransformasikan nilai- nilai
Islam kepada individu-individu Muslim yang baru lepas dari lingkaran kultur
jahiliyyah.[2]
B.
Pendidikan
Nilai Karakter Islam
Islam yang mengatur tawazun (keseimbangan)
kehidupan dunia dan akhirat. Rasulullah saw. dalam membentuk generasi pilihan
sangat mengintensifkan tiga kecerdasan yaitu emosional, spritual dan intelektul.
Hasilnya dapat dilihat dan dirasakan, dimana banyak dilahirkan pejuang Islam
hebat seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan sahabat lainnya. Ada beberapa
prinsip strategis pembentukan karakter Rasulullah kepada para sahabat
sebagai generasi penerusnya. Di mana cara menumbuhkan nilai islami dalam
pendidikan islam adalah sebagai berikut:
1.
Rasulullah SAW
sangat fokus kepada pembinaan dan penyiapan kader. Fakta itu dapat
dilihat sejak beliau mulai mendapatkan amanah dakwah. Tugas menyebarkan Islam dijalankan
dengan mencari bibit kepemimpinan unggul dan berhati bersih. Dakwah beliau
fokus tidak menyentuh segi kehidupan politik Makkah. Selain faktor instabilitas
dan kekuatan politik, perjuangan dakwah memang difokuskan nilai pembinaan.
Beliau berusaha menanamkan karakter kenabian yaitu siddiq
(jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan) dan fatonah
(cerdas). Rumah Arqam bin Abil Arqam menjadi saksi bagaimana lahirnya
kepemimpinan Islam. Point penting pertama pendidikan karakter dalam islam adalah fokus, bertahap dan konsisten terhadap
pembinaan sejak dini.
2.
Mengutamakan
bahasa perbuatan lebih baik dari perkataan. Aisyah menyebut Rasulullah SAW
sebagai Al Qur’an yang berjalan. Sebutan itu tidak salah, mencermati Sirah
Nabawiyah menjadikan kita menuai kesadaran rekonstruksi pemikiran dan tindakan
Rasulullah saw. Beliau berbuat dulu, baru menyerukan kepada kaumnya untuk
mengikutinya. Keshalihan individu berhasil membentuk keshalihan kolektif di
masyarakat Makkah dan Madinah.
“Sesungguhnya pada diri Rasulullah saw. terdapat contoh
tauladan bagi mereka yang menggantungkan harapannya kepada Allah dan Hari
Akhirat serta banyak berzikir kepada Allah” (QS. al-Ahzab (33) : 21)
Ketika berdakwah di masyarakat Thaif dirinya mendapat
perlakuan buruk dilempari kotoran. Pada saat itu datanglah Malaikat Jibril
menawarkan jasa. “Hai muhammad jika engkau kehendaki gunung yang ada
dihadapanmu ini untuk aku timpahkan kepada penduduk Thaif, niscaya sekarang
juga aku lakukan.” Nabi menjawab “Jangan Jibril, semua itu dilakukan
mereka karena ketidaktahuan mereka” kemudia nabi berdo’a “allâhumahdî qaumî
fainnahû lâ ya’lamûn” “Ya Allah berikanlah hidayah kepada kaumku
sesungguhnya mereka tidak mengetahui” Alhamdulillah, Allah SWT mendengar
doanya, masyarakat Thaif banyak menjadi pengikut Islam. Point penting
kedua, berikan keteladanan baru mengajak orang lain mengikuti apa yang kita
lakukan.
3.
Menanamkan
keyakinan bersifat ideologis sehingga menghasilkan nilai moral dan etika dalam
mengubah masyarakatnya. Beliau meluruskan kemusyrikan mereka dengan mengajarkan
kalimat tauhid yakni meyakini Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak
disembah. Karakter tauhid menghasilkan pergerakan manusia yang dilandasi
syariat Islam dalam menjalankan kehidupan. Mengutip Nur Faizin (Republika,
13/10) Pendidikan karakter yang terpenting adalah pendidikan moral dan etika.
Rasulallah SAW sendiri pun menegaskan hal itu dalam sabdanya, “Aku hanya diutus
untuk menyempurnakan akhlak karimah.” (HR Ahmad dan yang lain). Menumbuhkan
kembali akhlak karimah haruslah menjadi kompetensi dalam proses pendidikan
karakter setiap bangsa.
Dengan demikian karakter itu harus
memadukan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Rasulullah SAW sudah
memberikan teladan itu dengan membangun pendidikan berbasis moral dan etik.
Pembangunan pendidikan dapat dimulai dari Pesantren, Kampus dan Sekolah sebagai
tempat subur pembinaan sekaligus pemberdayaan karakter generasi muda. Karena
dengan moral yang baik dan etika yang berlandaskan ideologi yang benar akan
membentuk komunitas masyarakt bangsa yang rahmatan lil alamin.
C.
Tantangan
Global dalam Pendidikan Islam
Pada era globalisasi ini banyak sekali tantangan-tantangan yang
harus dihadapi pendidikan islam. Tantangan-tantangan tersebut adalah sebagi
berikut:
1.
Integrasi
ekonomi yang menyebabkan terjadinya persaingan bebas dalam dunia pendidikan.
Karena menurut mereka, dunia
pendidikan juga termasuk diperdagangkan , maka dunia pendidikan saat ini juga dihadapkan
pada logika bisnis. Munculnya konsep pendidikan yang berbasis pada sistem dan
infrastruktur, manajemen berbasis mutu terpadu (Total Quality Management/TQM),
Inter–preneur University dan lahirnya Undang-Undang Badan Hukum
Pendidikan (BHP) tidak lain, karena menempatkan pendidikan sebagai komoditas
yang diperdagangkan. Penyelenggaraan pendidikan saat ini tidak hanya ditujukan
untuk mencerdaskan bangsa, memberdayakan manusia atau mencetak manusia yang
saleh, melainkan untuk menghasilkan manusia-manusia yang Economic minded,
dan penyelenggaraannya untuk mendapatkan keuntungan material.
2.
Fragmentasi
politik yang menyebabkan terjadinya peningkatan tuntutan dan harapan dari
masyarakat.
Mereka semakin membutuhkan perlakuan yang adil,
demokratis, egaliter, transparan, akuntabel, cepat, tepat, dan profesional.
Mereka ingin dilayani dengan baik dan memuaskan. Kecenderungan ini terlihat
dari adanya pengelolaan manajemen pendidikan yang berbasis sekolah (school
based management), pemberian peluang kepada komite atau majelis sekolah/madrasah
untuk ikut dalam perumusan kebijakan dan program pendidikan, pelayanan proses
belajar mengajar yang lebih memberikan peluang dan kebebasan kepada peserta
didik, yaitu model belajar mengajar yang partisipatif, aktif, inovatif,
kreaatif, efektif dan menyenangkan (Paikem) .
3.
Penggunaan teknologi
canggih (sofisticated technology) khususnya Teknologi Komunikasi dan
Informasi (TKI) seperti komputer.
Kehadiran TKI ini menyebabkan terjadinya tuntutan dari
masyarakat untuk mendapatkan pelayanan cepat, transparan, tidak dibatasi waktu
dan tempat. Teknologi canggih ini juga telah masuk ke dalam dunia pendidikan,
seperti pelayanan administrasi pendidikan, keuangan, proses belajar mengajar.
Melalui TKI ini para peserta didik atau mahasiswa dapat melakukan pendaftaran
kuliah atau mengikuti kegiatan belajar dari jarak jauh (distance-learning).
Sementara itu, peran dan fungsi tenaga pendidik juga bergeser menjadi semaacam
fasilitator, katalisator, motivator, dan dinamisator. Peran pendidikan saat ini
tidak lagi sebagai satu-satunya sumber pengetahuan (agent of knowledge).
Keadaan ini pada gilirannya mengharuskan adanya model pengelolaan pendidikan
yang berbasis Teknologi Komunikasi dan Informasi ( TKI ).
4.
Interdependency
(kesalingtergantungan), yaitu suatu keadaan dimana seseorang baru dapat
memenuhi kebutuhannya apabila dibantu oleh orang lain.
Berbagai siasat dan strategi yang dilakukan negara-
negara maju untuk membuat negara-negar berkembang bergantung kepadanya demikian
terjadi secara intensif. Berbagai kebijakan politik hegemoni seperti yang
dilakukan Amerika Serikat misalnya, tidak terlepas dari upaya menciptakan
ketergantungan negara sekutunya. Ketergantungan inni juga terjadi di
dunia pendidikan . adanya badan akreditasi pendidikan baik pada tingkat
nasional maupun internasional, selain dimaksudkan untuk meningkatkan mutu
pendidikan, juga menunjukkan ketergantungan lembaga pendidikan terhaadap
pengakuan dari pihak eksternal. Demikian pula munculnya tuntutan dari
masyarakat agar peserta didik memiliki ketrampilan dan pengalaman praktis,
menyebabkan dunia pendidikan membutuhkan atau tergantung pada peralatan praktikum
dan magang. Selanjutnya, kebutuhan lulusan pendidikan terhadap lapangan
pekerjaannya, menyebabkan ia bergantung kepada kalangan pengguna lulusan.
5.
Munculnya
penjajahan baru dalam bidang kebudayaan (new colonization in culture).
Munculnya penjajahan baru dalam bidang kebudayaan yang
mengakibatkan terjadinya pola pikir (mindset) masyarakat pengguna pendidikan,
yaitu dari semula mereka belajar dalam rangka meningkatkan kemampuan
intelektual , moral, fisik dan psikisnya, berubah menjadi belajar untuk
mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang besar. Tidak hanya itu,
kecenderungan penjajahan baru dalam bidang kebudayaan juga telah menyebabkan
munculnya budaya pop atau budaya urban, yaitu budaya yang serba hedonistik ,
materialistik, rasional, ingin serba cepat, praktis, pragmatis dan instan.
Kecenderungan budaya yang demikian itu menyebabkan ajaran agama yang bersifat
normatif dan menjanjikan masa depan yang baik (diakhirat) kurang
diminati. Mereka menuntut ajaran agama yang sesuai dengan budaya urban. Dalam
demikian, tidak mengehrankan jika mata pelajaran agama yang disajikan secara
normatif dan konvensional menjadi tidak menarik dan ketinggalan zaman.
Keadaan ini mengharuskan para guru atau ahli agama untuk melakukan
reformulasi, reaktualisasi, dan kontekstualisasi terhadap ajaran agama, sehingga
ajran agama tersebut akan terasa efektif dan transformatif.[3]
Selain itu beberapa problem utama
yang mewarnai atmosfer dunia pendidikan Islam pada umumnya setidaknya dapat di
klasifikasikan dalam lima hal. Jika dianalisis , maka dapat disimpulkan bahwa
problem-problem tersebut merupakan rangkaian yang saling kait mengait dan
berjalan secra beriringan. Persoalan – persoalan tersebut adalah sebagai
berikut :
a.
Dichotomic
Masalah yang besar yang dihadapi
dunia pendidikan Islam adalah dikhotomi dalam beberapa aspek yaitu
antara ilmu agama dengan ilmu umum, antara wahyu dengan akal serta antara wahyu
dengan alam. Munculnya problem dikhotomi dengan segala perdebatannya telah
berlangsung sejak lama. Boleh dibilang gejala ini mulai tampak pada masa- masa
pertengahan. Rahman dalam melukiskan watak ilmu pengetahuan Islam pada zaman
pertengahan menyatakan bahwa muncul persaingan yang tak pernah berhenti
antara Hukum dan theologi untuk mendapat julukan sebagai ‘mahkota
semua ilmu’. Tetapi penutupan pintu ijtihad (yakni pemikiran orisinal dan
bebas) yang berlangsung selama abad 4H/10 M dan 5H/11M telah membawa kepada
kemandegan umum baik ilmu hukum maupun ilmu intelektual.
Masih tentang potret pendidikan
Islam di Arab, pandangan dikhotomik ini berdampak cukup luas terhadap
aspek-aspek lain. Tibawi mencatat munculnya ketidakseimbangan antara jumlah
siswa pria dan wanita di semua jenjang , antara kuantitas dan kualitas
pendidikan kejuruan praktis dengan pendidikan Abstrak Teoritis dalam sistem
tersebut, dan akhirnya mungkin lebih serius adalah antara kuantitas dan
kualitas pendidikan di perkotaan ksedengan di pedesaan. Persoalan besar dari
ketidakseimbangan itu adalah anggapan masyarakat yang negatif (social prejudice)
yang masih melekat tentang kehadiran atau keberadaan pendidikan bagi kaum
wanita.
Aspek lain yang cukup menjadi
perhatian pada era sekarang adalah isu lingkungan. Banyak dari negara-negara
Muslim kalau tidak biasa dikatakan semua merupakan negara yang cukup kaya
dengan sumber daya alam. Timur Tengah terkenal sebagai negeri-negeri
“petrodollar”, negeri Muslim Afrika yang cukup kaya raya dengan berbagai
mineral atau mereka yang terletak di daerah Khatulistiwa, sebagai negara tropis
yang juga kaya dengan sumber daya alam.
Itu semua merupakan kekuatan besar
bagi kemajuan negeri-negeri Muslim tersebut, bila mereka memiliki kapabilitas
untuk menggarap secara optimal namun tetap memperhatikan aspek lingkungan.
Namun yang terjadi, kekayaan ini justru telah “memanjakan” mereka sehingga
kekayaan alam ini justru banyak dinikmati oleh negara-negara barat yang
memiliki kemampuan lebih dibidang sains dan teknologi. Akibatnya, kemakmuran
yang itu menjadi milik kaum Barat.
b.
To General
Knowledge
Kelemahan dunia pendidikan Islam berikutnya adalah sifat
ilmu pengetahuannya masih terlalu general/umum dan kurang memperhatikan kepada
upaya penyelesaian masalah (problem-solving). Produk –produk yang dihasilkan
cenderung kurang membumi dan kurang selaras dengan dinamika masyarakatnya. Syed
H.Alatas menyatakan bahwa , kemampuan untuk mengatasi berbagai permasalahan,
mendefinisikan, menganalisis dan selanjutnya mencari jalan keluar/pemecahan
masalah tersebut merupakan karakter dan sesuatu yang mendasar kualitas sebuah
intelektual. Ia menambahkan, ciri terpenting yang membedakan dengan non-intelektual
adalah tidak adanya kemauan untuk berfikir dan ketidakmampuan untuk melihat
konsekuensinya.
c.
Lack of Spirit
of Inquiry
Persoalan besar lainnya yang menjadi faktor penghambat
kemajuan dunia pendidikan Islam adalah rendahnya semangat untuk melakukan
penyelidikan/penelitian. Syed Hussein Alatas merujuk kepada pernyataan the
spiritus rector dari modernisme Islam, al-Afghani menganggap rendahnya “the
intellectual spirit”(semangat intelektual) menjadi salah satu faktor
terpenting yang menyebabkan kemunduran Islam di Timur Tengah. Hal tersebut
masih diperarah dengan semangat untuk menyelidiki / meneliti, rasa cinta untuk
mencari ilmu, dan penghormatan terhadap ilmu pengetahuan serta ilmu rasional
tidak berkembang luas di negara-negara berkembang.
Dalam masyarakat Muslim dimana lembaga-lembaga
pendidikan tinggi memiliki akar kuat terhadap cara-cara belajar hafalan , isi (content)
dari sains-sains positif yang diadopsi dari Eropa tetap diajarkan dengan model
yang sama (hafalan), ayat al-qur’an dipelajari dengan hati sebab ayat-ayat
tersebut adalah sempurna dan tidak untuk diselidiki apa yang terkandung
didalamnya (not to be inquired into).[4]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan makalah yang telah kami susun dapt disimpulkan bahwa
pendidikan islam adalah proses penyaluran yang mencangkup ilmu, pengetahuan,
dan keterampilan, akan tetapi mencangkup sejarah, pemikiran dan lembaga.
Sedangkan nilai islami dalam pendidikan karakter adalah siddiq (jujur), amanah
(dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan) dan fatonah (cerdas).
Sedangkan tantangan global yang dihadapi oleh pendidikan islam adalah Integrasi
ekonomi yang menyebabkan terjadinya persaingan bebas dalam dunia pendidikan, Fragmentasi politik yang menyebabkan terjadinya peningkatan tuntutan dan
harapan dari masyarakat, Penggunaan
teknologi canggih (sofisticated technology) khususnya Teknologi
Komunikasi dan Informasi (TKI) seperti komputer, Interdependency (kesalingtergantungan), yaitu suatu keadaan
dimana seseorang baru dapat memenuhi kebutuhannya apabila dibantu oleh orang
lain, Munculnya penjajahan baru dalam bidang kebudayaan (new colonization in
culture), Dichotomic, To General Knowledge, Lack of Spirit of Inquiry .
B. Saran
Gambaran solusi pendidikan islam
menghadapi tantangan globalisasi merupakan desain besar. Namun bukan berarti
hanya romantisme, dan harus di wujudkan dalm rangka menciptakan manusia muslim
yang mampu menjawab tantangan era globalisasi dengan berlandaskan pendidikan
islam.
[1]
Haidar Putra Daulay dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam Dalam Lintasan
Sejarah, ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group , 2013 ) , hlm. 3
[2]
Slamet Untung, menelusuri metode pendidikan ala Rasulullah , ( Semarang
: Pustaka Rizki Putra , 2007 ), hlm. 3- 5
[3]
Abudidin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, ( Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2012 ), hlm. 13- 17
[4]
Abudidin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, ( Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2012 ), hlm. 13- 17
No comments:
Post a Comment